Koleksi Orang Pinggiran : GANTUNGAN KUNCI
Saya
adalah orang pinggiran, baik dalam pengertian denotatif maupun konotatif.
Betapa tidak, saya lahir dan dibesarkan oleh kedua orang tua saya yang pegawai
negeri di sebuah kampung yang bernama Birugo Puhun (kata puhun berarti udik).
Mereka tidak punya sawah dan ladang. Untuk persiapan makamnya, ibu saya malah
harus membeli tanah.
Memang
saya bisa bersekolah sampai pada tingkat yang paling tinggi, S-3. Namun, usai
memperoleh gelar Ph.D, saya tetap saja seperti dulu: berada di wilayah
pinggiran dan terpinggirkan dari hiruk-pikuk pengejaran kekuasaan. Saya tidak
tahu persis apakah saya tidak mau atau tidak mampu berada di tengah-tengah.
Sebagai
orang yang bisa bersekolah di luar negeri, baik menyelesaikan Program S-2
maupun S-3, tentu saja saya bersyukur ke hadirat Allah SWT. Saya akan catat
baik-baik bahwa saya benar-benar memperoleh nikmat Allah bisa bersekolah dan
berseminar di luar negeri. Untuk itu, saya akan berusaha agar kenangan itu
tidak hilang dari ingatan saya. Salah satu cara yang saya tempuh adalah
mengoleksi gantungan kunci produksi kota asing yang saya kunjungi.
Bagi
saya, gantungan kunci itu merupakan karya seni. Saya merasakan keindahan kala
menatap gantungan kunci itu. Batin saya jadi gembira saat menikmati gantungan
kunci itu. Lebih dari itu, gantungan kunci itu mengingatkan saya pada nasib
mujur saya bisa bepergian ke luar negeri. Itulah sebabnya saya menjadikan
gantungan kunci yang saya beli di luar negeri sebagai koleksi.
Apakah
51 gantungan kunci koleksi saya itu memberikan perasaan senang dan gembira bagi
pengunjung Museum Orang Pinggiran? Harapan
saya begitulah hendaknya. Kalau tidak demikian, tentu pemajangannya menjadi
sia-sia belaka. Kalau kemudian tingkat kesenangan dan kegembiraan para
pengunjung Museum Orang Pinggiran setelah melihat gantungan kunci itu
berbeda-beda, hal itu wajar saja. Bagaimanapun setiap keindahan memiliki nilai
intrinsik (yang diperoleh dengan mata, telinga, atau keduanya) dan nilai
ekstrinsik (yang diperoleh dengan melihat bahannya)!
Nilai
merupakan masalah mendasar yang bisa ditemukan dalam etika (kepantasan), logika
(kebenaran), dan estetika (keindahan), di samping tentu saja keadilan,
kebahagiaan dam kegembiraan. Namun semua itu menyangkut subjektivitas dan
objektivitas. Itulah sebabnya tidak mudah bagi seseorang merumuskan apa yang
disebut dengan kebenaran, keadilan, kebaikan, keindahan, dan sebagainya. Sampai
di sini, sebaiknya Anda menikmati saja ke-51 gantungan kunci tersebut. (Abrar)
0 komentar: