Epilog : "Mengakui Orang Pinggiran"
Kehadiran
orang pinggiran bersifat faktual.
Kehadiran
orang pinggiran membawa konsekuensi:
orang
pinggiran harus memenuhi segala kebutuhannya.
Kebutuhan
ini sangat beragam, mulai dari kebutuhan fisik, seperti
makan,
minum, pakaian, kebutuhan spiritual
hingga
kebutuhan psikis, seperti cinta, penghargaan dan pengakuan.
Soal
kebutuhan fisik dan spiritual, agaknya orang pinggiran
bisa
mengusahakannya dengan kerja keras dan beribadah.
Namun,
bagaimana dengan kebutuhan psikis?
Karena
kebutuhan itu berkaitan dengan orang lain,
orang
pinggiran harus mendapatkannya dari orang lain.
Untuk
itu, orang lain harus menerima orang pinggiran dengan
hati
terbuka dan muka yang jernih.
Orang
lain perlu mendidik hati mereka agar tidak diksriminatif
terhadap
orang pinggiran.
Orang lain perlu mengakui keberadaan orang
pinggiran.
Pengakuan terhadap keberadaan orang pinggiran mengisyaratkan bahwa orang pinggiran bisa bermanfaat buat kemajuan bersama.Pengakuan itu juga harus disertai usaha untuk menerima orang pinggiran dengan segala keunikannya.Pengakuan itu, bahkan, perlu diikuti oleh sikap yang menyukai orang pinggiran.
Dalam
hal ini, Museum Orang Pinggiran bisa disebut
menjadi
sarana untuk mengenali orang pinggiran.
Koleksi
yang tersaji didalam Museum Orang Pinggiran
bisa
memberikan gambaran tentang orang pinggiran.
Museum Orang Pinggiran bisa
pula
menjadi
ajang untuk mengkritisi dan mengevaluasi orang pinggiran.
Yang
terakhir ini akan menjadikan masyarakat
memperoleh
informasi yang akurat dan rasional tentang orang pinggiran.
Dari
informasi yang akurat dan rasional tentang orang pinggiran itulah
masyarakat
memperoleh kepastian tentang orang pinggiran.
Berangkat
dari kepastian itulah masyarakat
menentukan
pandangan dan sikapnya terhadap orang pinggiran.
Kalau
sudah begini, orang pinggiran akan memperoleh
tempat
yang layak dalam kehidupan bersama.
Viva orang pinggiran.
0 komentar: