Kelahiran Museum Orang Pinggiran
Pada
2 Agustus 1982 saya sampai di Yogyakarta dengan sebuah harapan besar bisa
menjadi wartawan. Saya mengikuti kuliah di Jurusan Publisistik UGM (kemudian
berubah menjadi Jurusan Ilmu Komunikasi UGM) dengan sungguh-sungguh. Saya juga
belajar menulis kepada beberapa dosen di luar Jurusan Ilmu Komunikasi UGM.
Sayang sekali, saya tidak bisa memenuhi harapan saya yang dulu. Saya kini
menjadi seorang dosen dan biograf.
Kendati
begitu, saya tetap bersyukur. Selama 30 tahun tinggal di Yogyakarta saya
memiliki perjalanan hidup dan karir yang indah dan mengasyikkan. Lebih dari
itu, saya telah memperoleh banyak keuntungan. Saya pun bersyukur ke hadirat
Allah SWT. Untuk mewujudkan rasa syukur itu, saya membangun sebuah museum kecil
yang saya beri nama Museum Orang
Pinggiran. Pembanguan museum ini selesai pada 2 Agustus 2012. Tidak telalu
berlebih-lebihan kiranya bila pembangunan Museum
Orang Pinggiran merupakan sebuah peringatan atas 30 tahun lamanya saya
tinggal di Yogyakarta.
Museum
ini menyimpan barang-barang yang pernah dipakai orang pinggiran, karya orang
pinggiran, koleksi orang pinggiran, kisah tentang orang pinggiran, dan ide-ide
orang pinggiran. Melalui museum ini saya ingin mengapresiasi orang-orang
pinggiran dan orang-orang yang terpinggirkan. Namun, sebagai kurator Museum Orang Pinggiran, saya
memosisikan diri betul-betul sebagai “penjaga” museum saja. Sementara
koleksinya datang dari berbagai kalangan dari berbagai daerah. Itulah sebabnya
saya mengundang siapa saja yang punya koleksi yang berkaitan dengan orang
pinggiran untuk menitipkan koleksinya di museum ini.
Untuk
bisa menjadikan Museum Orang Pinggiran
seperti sekarang ini, saya harus mengeluarkan uang sebanyak Rp 78.103.250.
Semua uang ini berasal dari Drs. Wellington Lod Wenda, M.Si, Bupati Pegunungan
Bintang, Provinsi Papua. Sebenarnya, uang tersebut merupakan sebagian dari
biaya penerbitan biografinya yang berjudul Drs.
Wellington Lod Wenda, M.Si: Pemimpin Papua Yang Takut Pada Tuhan. Namun,
setelah biografi itu terbit, uang itu saya sisihkan untuk membangun Museum Orang Pinggiran. Jadi, tidak
terlalu berlebih-lebihan kiranya bila saya menulis di dinding museum tulisan
yang berbunyi: Museum Orang Pinggiran, founded by
Wellington Lod Wenda.
Seperti
museum-museum yang lain, Museum Orang
Pinggiran merupakan tempat menyimpan barang kuno. Ia juga tempat memamerkan
benda-benda yang pernah digunakan pada masa lalu. Bahkan, ia diharapkan bisa
menggambarkan peristiwa-peristiwa bersejarah. Namun, museum ini memiliki ciri
khas. Ia hanya menyimpan barang, memamerkan benda-benda, dan akan menggambarkan
peristiwa yang berkaitan dengan orang pinggiran dan orang yang terpinggirkan. (Ana Nadhya Abrar)