Kain Untuk Orang Pinggiran
Ada dua koleksi kain yang diserahkan oleh
bekas mahasiswa saya untuk Museum Orang
Pinggiran. Pertama, ulos ragi hotang pemberian Monica
Harahap dari Medan. Menurut Monica, pemberian ulos ragi hotang dimaksudkan agar
ikatan antara pemberi dan penerima teguh seperti rotan.
Pada awalnya ulos ragi hotang diberikan kepada sepasang pengantin. Ia
disampirkan dari sebelah kanan pengantin laki-laki setinggi bahu terus sampai
ke sebelah kiri pengantin perempuan. Ujung sebelah kanan dipegang oleh
pengantin laki-laki dan ujung sebelah kiri dipegang oleh pengantin perempuan.
Keduanya disatukan di tengah dada seperti terikat. Namun, belakangan ini ulos ragi hotang kerap diberikan pada
acara-acara yang mengandung kegembiraan, seperti wisuda.
Nah, Monica memberikan ulos ragi hotang sehari setelah dia diwisuda sebagai sarjana ilmu
komunikasi FISIPOL UGM.
Kedua, kain songket Lombok. Kain ini merupakan
pemberian Eka Putri Paramita dari Mataram, Lombok. Dia memberikannya kepada
saya sehari setelah diwisuda sebagai pemegang gelar Master dalam bidang ilmu
komunikasi dari Jurusan Ilmu Komunikasi UGM. Dia tidak menyebutkan nama dan
makna kain songket tersebut. Yang jelas, kain tenun songket itu milik budaya
Lombok asli, buatan tenunan tangan.
Bila dilihat lebih jauh, kain songket
Lombok hanya dibuat oleh para perempuan dengan alat manual. Kain yang memiliki
sisi depan dan sisi belakang ini biasanya digunakan oleh para perempuan. Agar
terlihat lebih indah, kain ini menggunakan benang emas sebagai campuran dari
bahan katun yang biasa dipakai.
Konon di desa Sukarara, Kecamatan Jonggot,
Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, para perempuan wajib memberikan
kain tenun buatannya sendiri kepada pasangannya dalam pesta pernikahan. Dalam
masyarakat setempat hidup semacam nilai: perempuan yang tidak bisa menenun akan
kesulitan mendapatkan jodoh. Bahkan, ada semacam peraturan: perempuan yang
belum bisa menenun dilarang menikah. Dalam kehidupan sehari-hari, perempuan
setempat menenun sembari menunggu suami mereka pulang bertani dari ladang.
Nah, Eka ingin pengunjung Museum Orang Pinggiran memahami makna di balik kain songket Lombok itu. (Abrar)
0 komentar: