Kapak Batu, Mas Kawin Suku Sentani
Dulu, kapak batu
menjadi alat potong di kalangan berbagai suku di Papua. Ia juga biasa dipakai
sebagai alat untuk mempertahankan diri dari serangan musuh. Namun, kini kapak
batu sudah berubah fungsi. Ia menjadi mas kawin. Salah satu suku yang
menjadikannya sebagai mas kawin adalah suku sentani, yang tinggal di pulau
Asei, Ayapo, dan Bambar.
Selain itu, kata
Dominggus Mampioper dalam artikel
berjudul “Tomako Batu, Suku Sentani dan Mas Kawin”, yang disiarkan oleh tabloid
Jubi, 25 September 2015, terdapat
satu suku lain yang sampai sekarang masih menjadikan kapak batu sebagai mas
kawin, yakni suku ormuwari. “Suku Sentani dan Suku Ormuwari termasuk dua suku
pendukung kapak batu yang masih aktif sampai sekarang sebagai mas kawin (bride price) dan pemberian (gift) yang berharga dalam kehidupan
sosial masyarakatnya”, tambahnya.
Sebagai mas
kawin, kata Dominggus Mampioper dalam artikel yang sama, kapak batu terdiri
atas beberapa jenis, antara lain: (i) He
Nokhong, kapak batu berwarna hitam, (ii) He Phinuku, kapak batu berwarna hijau dan hitam; (iii) He Hawaphu, kapak batu berwarna hijau,
(iv) He Knongge, kapak batu berwarna
hitam berbintik putih, (v) He Hawa Phulu,
kapak batu berwarna hijau-hijauan; (vi) He
Raime Rouw, kapak batu berwarna hijau muda, (vi) He Yonggove, kapak batu berwarna hijau tua, (vii) He Hokhai, kapak batu berwarna kemerahan,
dan (viii) He Rondo Fikholle, kapak
batu berwarna hijau keputihan.
Ketika dipakai
sebagai mas kawin, seorang calon pengantin laki-laki tidak hanya menyerahkan
satu kapak batu, melainkan ratusan kapak batu. Bisa dibayangkan repotnya
mengumpulkan ratusan kapak batu. Bisa dibayangkan pula betapa besar harga semua
kapak batu tersebut.
Kapak batu yang
menjadi koleksi Museum Orang Pinggiran
ini bewarna hijau tua berbintik hijau
muda. Ia diperoleh di pulau Asei, yang berlokasi di danau Sentani. Harga yang
ditawarkan pertama Rp 300.000. Namun, setelah melewati proses tawar-menawar
harganya turun menjadi Rp 100.000.
0 komentar: