Kain Untuk Orang Pinggiran (2)

          Suatu hari, usai diwisuda sebagai pemegang gelar M.A. dalam Ilmu Komunikasi dari UGM, Herlin Jumina, mendatangiku di ruanganku, di kampus Fisipol UGM. Dia bertanya kepadaku, apakah aku tidak sedang  sibuk. Aku menjawab, tidak.

            Herlin tersenyum. Dia lantas menyerahkan sebuah bungkusan kepadaku. Aku menerimanya sembari mengucapkan banyak terima kasih.
            Herlin berlalu dari hadapanku.

Aku bergegas membuka bungkusan. Aku kaget melihatnya. Wow. Isinya ternyata tais mane, kain untuk laki-laki bermotif Sabu-Rote asal Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kain ini, biasanya, dipakai untuk upacara adat atau kegiatan inkulturasi.


Tentu saja aku senang. Sebab, sepanjang pengetahuanku, seseorang memberikan kain ini kepada orang yang sangat dihormatinya. Tegasnya, Herlin memberikan kain itu kepadaku karena menganggap aku sebagai orang yang sangat terhormat. Aku pun merasa tersanjung.

Namun, mendadak sontak aku bertanya, betulkah aku seorang individu yang pantas dihormati sehingga patut menerima tais mane? Aku merasa biasa-biasa saja. Aku hanya pembimbing tesis Herlin. Sebagai pembimbing tesis, aku wajib menunjukkan jalan kepada Herlin untuk menyelesaikan tesisnya. Ketika tesis itu sudah jadi, kewajibanku gugur.


Kendati begitu, kuterima hadiah tais mane dari Herlin dan kutempatkan di Museum Orang Pinggiran sebagai hadiah kain untuk orang pinggiran.

0 komentar:

Copyright © 2013 Museum Orang Pinggiran and Blogger Templates.