Liontin Taring Buaya
Selama ini kita mengenal liontin dari batu
mulia, batu akik, dan tanduk kerbau. Namun, di kalangan suku asmat, Papua, ada
liontin dari taring buaya. Kenyataan ini mungkin agak mengejutkan. Soalnya,
sebagian besar rakyat Indonesia mengenal suku asmat sebagai penghasil ukiran
kayu yang unik. Mereka juga mengenal suku asmat sebagai pembuat patung yang
khas, yakni Patung Asmat.
Sesungguhnya suku asmat terdiri atas dua
kelompok besar, yaitu yang tinggal di pedalaman dan yang tinggal di pesisir.
Mata pencarian suku asmat yang
tinggal di pedalaman berbeda denga mata pancarian mereka yang tinggal di
pesisir. Suku asmat yang tinggal di
pedalaman biasanya berburu binatang hutan separti, ular, kasuari, burung, babi
hutan, dan sebagainya. Sedangkan, mereka yang tinggal di pesisir biasanya menjadi
nelayan untuk mencari ikan dan udang sebagai mata pencahariannya. Kadang-kadang
mereka juga menangkap buaya.
Buaya yang tertangkap tentu saja dikuliti.
Dagingnya dimakan. Tulangnya dijadikan bermacam-macam alat, mulai dari pisau
sampai lading. Gigi dan taringnya diukir untuk menjadi liontin.
Liontin taring buaya ini merupakan hadiah
suku asmat kepada seorang pengelana dan pengembara Papua bernama Joko Sunaryo.
Sekarang Joko Sunaryo menjabat sebagai Kepala Bagian Umum Kantor Bupati
Pegunungan Bintang. Namun, sebelum itu, dia sering kali mengembara ke pedalaman
Papua, di samping memuaskan rasa ingin tahunya tentang masyarakat pedalaman
Papua, juga menjadi pemandu wisata. Dia lantas menghibahkan liontin taring
papua ini kepada Museum Orang Pinggiran.
Bagi Museum Orang Pinggiran, liontin taring
buaya ini merupakan karya orang pinggiran. Sebab, pembuatnya tinggal di
pedalaman Papua dan menggunakan keterampilan seni yang tidak dipelajari di
bangku sekolah.
terima kasih banyak lukisan kayu
BalasHapus